Sunday, January 3, 2016

Jika "SESAT" kembalikan saya ke "Jalan yang Benar"


Jika "SESAT" kembalikan saya ke "Jalan yang Benar"

Dalam perspektif ilmu sosial (khususnya ilmu Manajemen), analisis hubungan kausalitas (linear prediktif) di antara variabel laten, diukur dengan indikator-indikator pengukuran yang diturunkan dari dimensi dan defisini variabel, dijabarkan pada operasionalisasi variabel berlandaskan LANDASAN TEORI ILMIAH.

Indikator-indikator tersebut menggunakan skala Likert yang memiliki skala pengukuran ORDINAL. Saya berikan contoh kasus sederhana.

Misal:
Saya ingin mengukur pengaruh: Perceived Quality dan Perceived Value terhadap Customer Satisfaction.

Beberapa teknik yang kerap digunakan adalah:
1. Regresi Linear Berganda
Loh kok pakai teknik ini? kan Ordinal?
Sebentar, saya jelaskan berdasarkan fenomena yang ada.
Dengan 5 alternatif jawaban (Sangat Tidak Setuju hingga Sangat Setuju), skor minimal 1 dan skor maksimal 5, mengacu pada teknik distribusi frekuensi, maka dapat dibentuk rentang dengan nilai yang sama antar kategori:

Interval: (Nilai Maksimum - Nilai Minimum)/ Kategori
Interval = (5 - 1)/ 5 = 0,8

Distribusi Frekuensi yang terbentuk (INTERVAL):
1 - 1,79 = Sangat Tidak Setuju (STS)
1,8 - 2,59 = Tidak Setuju (TS)
2,6 - 3,39 = Netral (N)
3,4 - 4,19 = Setuju (S)
4,2 - 4,99 (5,00) = Sangat Setuju (SS)

Nah, inilah salah satu alasan mengapa teknik regresi linear berganda digunakan. Variabel latent yang diukur dengan indikator2 ordinal, dapat dianggap telah berubah memiliki skala pengukuran Interval ketika dibentuk dalam distribusi frekuensi. Pada titik inilah "perdebatan hangat" di mulai, yakni bagaimana bisa skala ordinal dilakukan perhitungan nilai rata-rata dan diinterpretasikan, mengingat jarak yang tidak jelas/tidak sama antar kategori. Namun demikian, itulah fakta yang saat ini ada, ketika misalkan seorang responden diberi 5 pertanyaan, lalu responden tersebut memberikan jawaban 2 SS dan 3 TS, maka akan muncul pertanyaan dari keseluruhan pertanyaan (5 pertanyaan), kesimpulannya bagaimana?

Distribusi frekuensi di atas merupakan suatu "terobosan keilmuan", bahkan dalam perkembangannya kemudian saya pun mengetahui adanya teknik MSI sebagai solusi konversi data Ordinal menjadi Interval (memiliki jarak yang sama berdasarkan nilai probabilitasnya).

Saya kesampingkan terlebih dahulu pembahasan tersebut, saya lanjutkan kembali pembahasan contoh studi kasus sederhana, "Pengaruh Perceived Quality dan Perceived Value terhadap Customer Satisfaction".

Keterangan:
Perceived Quality (Persepsi Kualitas): Persepsi pelanggan akan kualitas sebuah produk (kinerja produk)
Perceived Value (Persepsi Nilai): Persepsi pelanggan akan nilai (perbandingan antara biaya moneter maupun non-moneter) yang dikeluarkan konsumen dibandingkan dengan kenyataan kinerja produk
Customer Satisfaction (Kepuasan Pelanggan): perbandingan antara harapan dengan kenyataan

Misalkan:
PRQ diukur dengan 5 indikator reflektif
PRV diukur dengan 3 indikator reflektif
CUSAT diukur dengan 3 indikator reflektif

Semua indikator ditetapkan mengacu pada definisi operasional variabel yang telah dipaparkan oleh para ahli dalam text book maupun jurnal ilmiah.

Maka ketika digunakan teknik Regresi Linear Berganda, maka nilai pada variabel PRQ, PRV dan CUSAT adalah nilai keseluruhan dari tiap-tiap responden (diberi shading kuning pada Gambar 1). Selain dengan menggunakan nilai keseluruhan, bisa juga dengan menggunakan nilai rata-rata.
Gambar 1. Tabulasi Data 

Barulah teknik regresi linear berganda dilakukan, dengan nilai masing-masing variabel diambil dari nilai keseluruhan (shading kuning pada Gambar 1). Dengan menggunakan SPSS disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Tampilan SPSS
\
Oh ya saya lupa, sebelum dilakukan teknik regresi, terlebih dahulu harus dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Jika seluruh indikator telah valid dan reliabel, baru dilakukan penjumlahan dan dilakukan teknik regresi. Untuk tetap fokus, saya tidak tampilkan hasilnya secara rinci di sini, namun InsyaAllah hasilnya diketahui bahwa seluruh indikator pada variabel telah valid dan reliabel untuk digunakan sebagai instrumen pengukuran variabel laten.

Ringkasan hasil analisis regresi linear bergandanya adalah sebagai berikut:
R = 0,761
R-square = 0,578
F-hitung = 66,58 (signifikan)
b1 = 0,538 (standardized) t-hitung = 6,381 (signifikan)
b2 = 0,299 (standardized) t-hitung = 3,545 (signifikan)

Hasil ini membuktikan secara empiris bahwa PRQ dan PRV berpengaruh signifikan terhadap CUSAT, secara parsial maupun simultan. Hal ini selaras dengan teori kepuasan pelanggan yang dikemukakan oleh para ahli Manajemen Pemasaran, bahwa Kepuasan Pelanggan dapat dibentuk oleh Perceived Quality dan Perceived Value.

2. PLS-SEM
Dari beberapa literatur yang saya baca, diketahui bahwa PLS-SEM ini dapat digunakan untuk analisis prediktif, dengan skala pengukuran variabel ordinal.

Dengan menggunakan data yang sama, berikut ini saya tampilkan model yang saya bentuk dengan menggunakan SmartPLS.
Gambar 3. Model Penelitian pada SmartPLS
Hasil Algoritma PLS saya sajikan pada Gambar 4
Gambar 4. Hasil Algoritma PLS

Mengacu pada Gambar 4, diketahui bahwa:
1. Seluruh indikator pada tiap-tiap Latent telah Valid dan Reliabel (hasil Cronbach tidak ditampilkan pada gambar)
2. Koefisien PRQ --> CUSAT adalah 0,522
3. Koefisien PRV --> CUSAT adalah 0,322
4. Nilai R-Square adalah 0,606

Untuk mengetahui signifikansi, maka dilakukan teknik Bootstrapping dengan re-samples 5000 (agar konsisten). Hasilnya saya sajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Hasil Bootstrapping PLS

Mengacu pada Gambar 5, diketahui:
t-hitung atau t-statistic PRQ --> CUSAT adalah 7,054 (Signifikan)
t-hitung atau t-statistic PRV --> CUSAT adalah 3,862 (Signifikan)

Dengan menggunakan teknik PLS-SEM, diketahui bahwa Perceived Quality dan Perceived Value berpengaruh signifikan secara parsial terhadap Customer Satisfaction (Pada PLS tidak ada pengaruh simultan).

Nah... baik dengan menggunakan teknik Regresi Linear Berganda maupun PLS-SEM, ternyata keduanya mampu memberikan kesimpulan hasil yang sama, yakni: PRQ dan PRV berpengaruh signifikan terhadap CUSAT. Koefisien determinasi antara teknik Regresi Linear Berganda dengan PLS-SEM pun tidak terlalu jauh, artinya kemampuan variabel eksogen menjelaskan keragaman nilai variabel endogen berkisar antara 57,8 - 60,6%.
==============================================================
Baru-baru ini saya mendapatkan informasi tentang penggunaan RASCH yang di-klaim sebagai model pengukuran sebenarnya dari hubungan kausalitas pada variabel dengan skala pengukuran Ordinal. Saya pun telah membeli dan memiliki buku RASCH yang ditulis oleh Bambang Sumintono dan Wahyu Widhiarso.

Alhamdulillah saya menjalin pertemanan melalui Facebook dengan salah satu dari penulis buku tersebut, yakni Bapak Bambang Sumintono (Senior Lecturer at Institute Of Educational Leadership University of Malaya). Setelah saya mempelajari buku beliau, saya belum berhasil memahami bagaimana aplikasi RASCH untuk dapat mengukur pengaruh PRQ dan PRV terhadap CUSAT (misalnya) sebagaimana telah saya kemukakan.

Beliau bahkan "memprovokasi" melalui akun Facebook-nya dengan status:
"using parametric analysis for ordinal data is the first of the seven deadly sins of statistical analysis (Jamieson, 2004)
[Likert scales: how to (ab)use them]"

Melalui posting di blog ini, saya berharap mendapatkan ilmu dari beliau khususnya dan rekan-rekan akademisi lainnya pada umumnya, yang tertarik membahas ini. Sebagaimana judul artikel ini saya buat, "Jika "SESAT" kembalikan saya ke "Jalan yang Benar".

Jika ingin mengukur pengaruh PRQ dan PRV terhadap CUSAT dengan skala Likert (Ordinal), bagimana "yang benarnya"? Apakah diukur dengan eksperimen atau bisa diukur dengan instrumen? Bagaimana RASCH menjawab fenomena ini? Jika teknik PLS-SEM dikatakan "sesat", lalu mengapa dapat dengan mudah kita temukan artikel-artikel di jurnal ilmiah internasional bereputasi yang menggunakan teknik analisis ini?

Namun satu hal yang saya yakini, kebenaran ilmiah bukanlah sebuah kebenaran yang absolut. Wallahu'alam bissawab.

Salam

0 comments:

Post a Comment